Indy "Siswa Baru"

, , No Comments


Kring!!!!!! Alarm jam di meja samping tempat tidurku berbunyi, waktu menunjukan pukul 5 pagi, aku segera bangun karena hari ini adalah hari pertamaku bersekolah di Jakarta. Perasaan takut, gelisah, nervous, deg deg an masih aku rasakan sampai saat ini. Aku bergegas mandi karena jam masuk sekolah di Jakarta lebih pagi di banding sekolahku di Bandung dulu, bel masuk sekolah di Jakarta pukul 6:30 pagi.
Jam di kamar menunjukan pukul setengah 6 pagi, aku sudah siap dengan perlengkapan sekolahku serta mengenakan segaram putih-putih seragam kebangsaan di hari senin. Aku bergegas menuju meja makan dan ternyata ayah sudah siap untuk mengantarku bersekolah. Aku sarapan dengan selembar roti dengan selai blueberry kesukaanku di tambah segelas susu cokelat.
“Teh Indy mau kemana?”, tanya Putra padaku.
“Teteh sekolah dulu ya Putra, nanti sore baru kita main lagi”, jawabku.
“Jangan lama-lama ya teh, aku gak ada teman”, ucap Putra.
“Kan ada bunda, tetehnya sekolah dulu ya sayang”, ucap bunda menenangkan.
“Kamu harus pintar-pintar adaptasi ya Ndy, semoga kamu cepat dapat teman di sekolah yang baru”, ucap bunda padaku.
“Iya bun, doa in aku ya”, jawabku.
Pukul 05:45 sarapan kami pun selesai. Hati ku tambah deg deg an, apa yang akan terjadi denganku di sekolah nanti. Aku pergi ke sekolah bersama ayah dan pak Karto, aku ikut di mobil ayah untuk hari pertama ku bersekolah.
Sepanjang perjalanan aku melamun, pikiranku benar-benar tak karuan. Antara takut, nervous, ah campur aduklah pokoknya. Dan akhirnya pukul 06:20 kami pun sudah tiba di parkiran SMU Pelita Harapan di bilangan kebon jeruk Jakarta. Aku turun dari mobil bersama ayah, tak jarang murid-murid memperhatikan ku. Ada yang memandangku sinis, ada juga yang memandangku sambil bersiul-siul. Dan dari semua murid yang ku lihat, mereka selalu berbisik “Eh anak baru tuh”. Duh, betapa malunya aku.


Di Lobby sekolah ayahku bertanya kepada pak satpam dimana ruang kepala sekolah. Akhirnya pak satpam dengan senang hati mengantar kami ke ruang kepala sekolah. Sesampainya di ruangan pak Sudirman bapak kepala sekolah SMU Pelita Harapan kami pun di persilahkan masuk.
“Selamat pagi pak, dengan bapak Sudirman”, ucap ayah ramah.
“Oh betul sekali, adik nya pak Dodo ya. Mari pak silahkan duduk”, jawab pak Sudirman ramah.
Aku dan ayah duduk di bangku tamu di dalam ruangan kepala sekolah. Sosok pak Sudirman yang tinggi gemuk dan berwibawa mengingatkan aku dengan pak Joko guru bahasa inggrisku di bandung dulu.
“Oh jadi ini keponakan pak Dodo yang ingin bersekolah di SMU ini”, tanya pak kepala sekolah.
“Iya pak, perkenalkan saya Syafrina Indy Gunawan. Putri pertama dari bapak Bayu Gunawan”, jawabku ramah.
“Oh OK, dulu di Bandung sekolah dimana? Dan jurusan apa?”, tanya pak Sudirman padaku.
“Dulu di SMU Nusa Bangsa, jurusan Ilmu Alam pak”, jawabku.
“Wah SMU bagus itu, boleh saya lihat raport terakhir kamu nak”, ucap pak kepala sekolah.
Aku pun memberikan berkas-berkas dari sekolah ku terdahulu.
“Oh juara dua Olimpiade Matematika se-Jawa Barat, hebat juga ya”, ucap pak Sudirman.
Aku memandang pak Sudirman yang sedari tadi melihat hasil raport ku, melihat piagam-piagam yang memang dengan sengaja di lampirkan dari sekolah ku dulu di Bandung.
“OK, keputusan saya bulat. Mulai sekarang kamu adalah siswi SMU Pelita Harapan, dan kamu saya tempatkan di kelas XI IPA 2. Itu adalah unggulan kedua IPA, mohon maaf saya tidak bisa memasukan kamu ke dalam kelas IPA 1 karena memang kelas tersebut sudah penuh”, jelas pak Sudirman.
“Oh tidak apa apa pak, yang penting putri saya dapat di didik di SMU ini”, ucap ayah.
Tak lama kemudian bel sekolah pun berbunyi. Waktu menunjukan pukul 6:30 pagi. Pak Sudirman memanggil ibu Indah guru Bahasa Indonesia untuk mengantarkan aku ke kelas baruku.
“Syafrina kamu letakan dulu tas mu di dalam kelas, kemudian kamu ikut serta upacara bendera bersama teman-temanmu yang lain. Bapak harap kamu betah bersekolah disini dan kamu bisa ikut serta mengharumkan nama sekolah ini. Sekali lagi bapak ucapkan selamat datang di SMU Pelita Harapan”, ucap pak Sudirman.
“terima kasih banyak pak”, jawabku singkat.
Akhirnya ayah pun pamit pada pak Sudirman dan aku untuk melanjutkan perjalanan ayah menuju kantor di daerah Harmoni. Sebelum pergi ayah sempat berpesan padaku.
“Indy, kamu gak papa kan ayah tinggal sekarang, nanti kamu pulang sekolah di jemput pak Karto, kamu belajar yang benar ya cantik”, ucap ayah padaku.
“Baik ayah, doakan aku yah”, ucapku sambil mencium tangan ayah.
Aku menuju kelasku di temani ibu Indah. Seorang guru yang lincah serta ramah.
“Saya wali kelas kamu. Sekarang kamu letakan tas kamu di bangku yang kosong di belakang sana. Nanti sesudah upacara adalah pelajaran saya, dan saya akan memperkenalkanmu kepada teman-teman yang lain”, ucap bu Indah.
“baik bu”, jawabku singkat.
Setelah meletakkan tas di kelas, aku dan bu indah pun menuju lapangan upacara. Saat itu upacara belum di mulai, para murid-murid masih mengatur barisan mereka.
“Syafrina, disana barisan kelas kamu. Kamu ikut baris disana ya”, ucap bu Indah.
Aku pun berjalan menuju barisan yang di depannya terdapat papan nama XI IPA 2. Aku mengambil baris belakang, paling belakang.
Tiba-tiba terdengar suara besar dan serak cirri khas anak laki-laki.
“Anak baru ya, anak perempuan baris di depan aja”, ucap laki-laki itu.
“Oh OK”, jawabku.
“Eits tunggu-tunggu, perkenalkan nama gue Ilham, gue ketua kelas XI IPA 2. Lo siapa?”, tanya Ilham.
“Aku Indy, pindahan dari Bandung”, jawabku.
“Oh OK, klo ada apa-apa bisa di tanyain ke gue. Woi Dini.. Dini.. ajak nih anak baru baris deket Lo”, teriak Ilham pada anak perempuan di baris depan.
“Oh boleh sini.. sini”, jawab Dini.
Aku pun maju ke depan barisan. Tidak paling depan sih, 3 baris dari depan tepatnya. Disana aku sebaris dengan Dini dan Hani.
“Hai perkenalkan aku Indy, teman baru kalian di kelas XI IPA 2”, ucapku ramah.
“Selamat datang Indy, gue Dini kalo yang ini Hani”, ucap Dini ramah.
Upacara bendera pun di mulai. Saat itu pak Sudirmanlah yang menjadi Pembina Upacara. Pengibaran abendera merah putih, pembacaan UUD 1945, dan pembacaan janji siswa pun berjalan dengan lancer. Sekarang tiba saatnya pak Sudirman memberikan pidatonya.
“Selamat pagi anak-anakku yang bapak cintai, pertama-tama bapak ucapkan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan nikmat sehat yang ia berikan sehingga kita dapat berkumpul di pagi yang cerah ini. Bapak tidak panjang lebar, bapak hanya ingin mengingatkan kita semua warga SMUPelita Harapan agar kita dapat menjadi manusia yang lebih baik lagi. Ayo kita mulai berdisiplin dalam belajar, dalam beribadah dan dalam menjaga lingkungan. Alhamdulillah, sekolah kita telah menjadi sekolah percontohan di Jakarta Barat, bapak himbau agar kita dapat mempertahankan apa yang sudah kita dapat bahkan kita bisa menjadi lebih baik lagi. Sesungguhnya mempertahankan itu lebih sulit di banding meraih. Dan satu lagi bapak mengucapkan selamat datang kepada sahabat kita, Sayfrina Indy Gunawan. Siswa pindahan dari salah satu SMU di Bandung. Kepala Syafrina di persilahkan memperkenalkan diri kepada teman-teman yang lain”, ucap kepala sekolah.
Perasaanku campur aduk saat ini, deg deg an pokonya gak karuan lah. Aku pun berjalan keluar barisan XI IPA 2 dan menuju ke podium utama. Terdengar suara ricuh siswa lainnya. Ada yang bilang “Oh anak baru ya”, “Cantik ya”, “Sok Cantik deh tuh anak baru”, bahkan suara siulan.
Aku pun tiba di depan podium lapangan upacara. Dan aku berdiri di samping bapak kepala sekolah.
“Selamat pagi teman-teman, nama saya Syafrina Indy Gunawan, kalian cukup panggil saya Indy saja. saya siswa pindahan dari Bandung, dan saat ini saya siswa XI IPA 2. Mohon bantuan teman-teman semua. Terima Kasih”, ucap saya singkat.
Saya pun segera meninggalkan podium dan kembali ke dalam barisan. Huah, saat tadi perasaanku nggak karuan, deg deg an bercampur rasa takut. Tapi setidaknya perasaanku saat ini sudah lebih baik di banding tadi.
“OK para siswa sekalian, bapak harap kalian bisa menerima Syafrina. Cukup sekian pidato saya, wassalamu’aikum wr wb”, tutup pak Sudirman.
Upacara pun selesai, aku bersama Dini dan Hani teman baruku meninggalkan lapangan upacara dan kembali ke kelas. Aku duduk di bangku paling belakang, dan parahnya lagi seorang diri. Namun tiba-tiba seorang cewek berambut ala Enno Lerian waktu kecil menghampiriku.
“Hai Indy, namaku Tere. Mau kah kamu duduk sebangku denganku di depan sana”, ucapnya dengan lembut.
“Hai Tere, salam kenal. Apa bangkumu tidak berpenghuni di depan sana?”, tanyaku balik.
“Aku duduk sendirian Ndy, tidak ada teman-teman yang mau duduk di bangku depan”, jawabnya.
“Oh boleh”, jawabku singkat.
Aku segera pindah dari bangku belakang ke bangku paling depan bersama teman baruku Tere. Ternyata jadi anak baru itu sangat menyenangkan. Banyak yang memperhatikan, banyak yang bertanya dan aku senang menjawabnya.
Jam pelajaran pertama di mulai, bu Indah wali kelasku masuk ke dalam kelas. Ternyata bu Indah sungguh wali kelas yang sangat baik dan perhatian. Ia mengajar dengan aktif sehingga pelajarang bahasa Indonesia pun tidak membosankan. Tidak terasa waktu menunjukan pukul 10:00. Saatnya istirahat, aku dan Tere merapikan buku-buku yang ada di meja kami, dan Tere mengajakku ke kantinn untuk sekedar jajan. Aku pun ikut saja. Aku, Tere, Hani dan Fonny temanku yang lain pergi ke kantin. Kami duduk di bangku paying yang terdapat 4 bangku. Tere memesan Siomay, Hani Bakso Malang dan Fonny roti bakar. Aku hanya minum teh botol untuk sekedar menghilangkan hausku. Aku melihat sekeliling kantin ini, kantin yang tidak begitu besar namun penuh di padati siswa SMU Pelita Harapan. Tiba-tiba mataku terpanah melihat sosok pria yang pernah ku lihat sebelumnya. Oh No, cowok di stasiun Gambir, gue harus ketemu dia lagi, Oh My Good gue harus ngumpetin muka gue dimana nih. Itu pikirk saat itu. Tak ku sangka ternyata Fonny memergokiku.
“Itu namanya Bagas Ndy, dia anak XI IPA 5. Dia anak basket dan cowok paling keren di sekolah kita ini, dan gue kasih tau ya, dia itu gebetannya di Gretta. Cewek berambut pirang yang duduk di samping Bagas itu. Dia anak XI IPS 3. Dia cucunya menteri apa gitu gue juga gak banyak tau”, jelas Fonny.
“ih nggak-nggak bukan gitu Fon, sebelumnya gue pernag liat tuh cowok. Hari sabtu kemarin di stasiun Gambir. Gue salah masuk mobil, abisnya mobilnya mirip sih. Dan udah gitu dia marah-marah sama gue. Dan sekarang gue harus ketemu dia lagi, oh my good”, ucap ku.
“hahahahahaha”, semua mentertawaiku.
“Dia baik kok Ndy tenang aja, dia pasti maafin elo. Gue juga pernah numpahin Jus mangga gue di seragamnya dan dia sih nggak marah, Cuma si nenek sihir di sampingnya itu yang agak keki”, ucap Hani.
“Dan satu lagi yang elo harus tau. Dia itu jago nge gombal. Dia bisa mengajak cewek-cewek jalan dengan“mudah dan udahannya di tinggalin gitu aja”, ucap Tere.
“Dan elo adalah salah satu korbannya Ter, hahahaha”, ucap Hani sambil tertawa.
“Hahahahaha”, tertawa bersama.
“Sial Lo, tapi sekarang gue udah gak ke makan sama gombalannya si Bagas, gue udah punya Ricky yang lebih OK”, jawab Tere.
“Hahaha iya, iya, percaya kok. Berondong emang lebih menyenangkan”, imbuh Fonny.
“Hahaha sialan lo”, jawab Tere.
15 menit berlalu, bel istirahat pun berbunyi. Aku dan teman-teman segera memasuki kelas. Pelajaran kimia, dan computer pun selesai. Tak terasa waktu menunjukan pukul 12:20, jam pulang sekolah. Aku bergegas merapikan buku-buku ku dan segera pulang. Sebelum keluar kelas, Tere menawariku bareng.
“Rumah lo di mana Ndy, Lo naik apa ke sekolah?”, tanya Tere.
“Rumah gue di Kemanggisan Ter, tadi pagi sih gue bareng bokap. Tapi supir gue jemput kok”, jawabku.
“Oh ok deh klo gitu, tadinya mau ngajak bareng, tapi gue ke arah BSD”, jawab Tere.
“Kalo si Hani sama Fonny ke arah mana”, tanyaku.
“Ah mereka mah kepeleset juga sampe, di daerah deket-deket sini juga sih. Makanya mereka gak di kasih mobil sama orang tuanya, soalnya harga bensin sama angkotnya murahan angkot. Tapi biasanya mereka nebeng gue kok”, ucap Tere.
“Oh gitu ya”,jawabku singkat.
“kalo gitu gue duluan ya Ndy, lo gapapa kan gue tinggal sendiri”, ucap Tere.
“Ih lo kira gue anak kelas 2 SD apa, santai aja kali Ter”, jawabku.
Tak terasa mengombrol sama Tere ternyata kami sudah berada di lobby sekolah.
“Oke deh,, gue tinggal. Noh si cumi 2 udah nunggu gue di parkiran”, ucap Tere sambil menunjuk ke arah Fonny dan Hani.
“OK hati-hati ya”, ucapku.
Tere pergi meninggalkan ku di Lobby sekolah seorang diri, ku lihat di parkiran belum ada mobil ayah maupun pak Karto. Akhirnya aku putuskan untuk menelpon pak Karto.
“Hallo pak Karto, bapak udah dimana”, tanyaku.
“Bapak masih di jalan non, 30 menit lagi sampai ke sekolahan enon. Enon sudah bubaran sekolah ya non”, tanya pak Karto.
“Iya pak, sudah. Oke aku tunggu ya pak, kalo bisa agak cepat soalnya Indy sudah lapar”, jawabku.
“Baik non”, ucap pak Karto sambil menutup pembicaraan.
Perutku tidak bisa di ajak kompromi, mungkin karena tadi pagi aku hanya mengisi perutku sengan selembar roti. Akhirnya aku putuskan untuk pergi ke kantin sekolah, mudah-mudahan masih ada makanan yang bisa ku makan untuk sekedar mengganjal.
Sesampainya di kantin ternyata kantin masih buka, dan masih ada juga beberapa siswa yang belum pulang ke rumah. Walaupun suasana kantin saat itu lumayan ramai, tapi aku merasa sepi karena aku janya seorang diri. Aku memesan sepiring siomay dan teh botol dingin. Aku menyantap siomay sambil asik sms ria dengan Tami sahabatku.
“Tamtam, hari ini gue udah mulai sekolah. Alhamdulillah bgt temen2nya asik2 dan gak rese, jadi gak ada yang gue jitak seperti apa yang lo perintahkan ke gue, hahahah gelo ah siang2” ok sms terkirim.
Tiba-tiba terdengar suara yang pernah ku dengar sebelumnya.
“Mau dong di jitak, hahahaa”, ucap cowok itu.
Aku tersentak kaget mendengarnya. Dan aku langsung mengangkat kepala ku, dan mencari suara siapa itu. O.. ow.. tak ku sangka ternyata cowok di stasiun Gambir.
“Gak nyangka ya, ternyata kita ketemu lagi disini. Apa jangan-jangan kita berjodoh, kenalin gue Bagas. Lo Indy kan anak XI IPA 2”, ucap Bagas.
Aku hanya diam mendengarkan apa yang Bagas ucapkan. Aku asik dengan siomay ku dan smartphone ku.
“Eh gue itu ngomong sama lo, sombong banget sih lo. Diajak ngobrol malah makan dan asik sama BB lo”, ucap Bagas dengan nada sedikit membentak.
Aku masih diam dan tidak menanggapi apa yang bagas ucapkan kepada ku.
“Eh cewek sombong, cantik-cantik sombong banget sih”, ucap bagas sambil menggebrak meja ku.
Sontak aku kaget dan tidak terima dengan perbuatannya itu.
“Lalu kamu mau apa?, kamu sudah tau namaku dan aku kelas berapa dan juga aku sudah umumkan tadi siapa aku, kenapa aku pindah ke sekolah ini di upacara bendera tadi pagi. Apa aku harus mengulang itu semua, semua itu sudah jelas kan”, ucap ku.
“Iya sih tadi elo udah perkenalan diri di lapangan upacara, tapi kan gue pengen tau tentang lo lebih jauh lagi di kantin ini”, ucap Bagas.
“Tapi aku lagi makan, kamu bisa lihat sendiri kan. Asal kamu tau, kalau orang makan itu jangan di ajak bicara nanti tersedak. Kamu tau kan sebagai anak IPA saluran dari mulut sampai ke lambung”, jawabku tegas.
Bagas hanya diam sambil mesem-mesem gak jelas mendengar ucapanku.
“Lo tuh kalo marah jelek Indy, tadi pas jam istirahat lo lebih cantik dengan senyuman lo”, bagas mulai mengeluarkan jurus gombalnya.
Hmm, lo mau gombaliln gue, piker ku. Sorry dory mayori, gak mempan boy.
“Bagas kok kamu disini sih, pulang yuk beb, aku capek nih sayang”, ucap Gretta.
Pikirku dalam hati “ Nih nenek sihir udah ada disini aja, tapi kok gak ada sapu terbangnya. Naik apa ya dia, hehehe”.
“Ah nggak ah, sana gih pulang sendiri aja, kalo nggak minta anterin sama Gofur aja sana”, ucap Bagas kasar.
“Ih beib, kok kamu gitu sih sama aku”, ucap Gretta genit.
Tiba-tiba hp ku berbunyi dan tenyata itu telepon dari pak Karto. Ternyata pak Karto sudah sampai di parkiran sekolah.
“OK guys, silahkan lanjut mesra-mesraannya gue tinggal dulu supir gue udah nunggu di lobby”, ucapku.
Aku pub segera membayar siomay dan teh botol, kemudian aku bergegas meninggalkan kantin sekolah dan segera pulang ke rumah.
Aku berjalan di lorong sekolah menuju parkiran sekolah, aku mendengar suara Bagas memanggilku.
“Indy, Indy, Please minta PIN BB lo, kalo nggak nomor HP Lo juga gapapa”, ucakap Bagas sambil menyamakan langkagh dengan Indy.
“Gak punya HP gue”, jawabku singkat.
“Terus itu HP siapa?”, tanya Bagas lagi.
“HP ayah”, jawabku.
“Bohong lo, bohong itu dosa”, ucap Bagas lagi.
“Mau Bohong, mau jujur itu urusan aku sama yang di atas, kamu gak ada hak buat ikut campur”, jawabku ketus.
Aku segera berlari dan menuju mobil ayah yang sejak tadi terparkir di lobby sekolah.

-bersambung-

0 Comment:

Posting Komentar